#1 ALIBI ANAND KRISHNA KUAT

Pelapor TR menyatakan dalam sidang bahwa 21 Maret 2009 di Ciawi adalah waktu dan lokasi terjadinya dugaan pelecehan seksual. FAKTA-nya pada tanggal yang sama, AK berada di acara Open House di Sunter di mana ada lebih dari 80 orang hadir yang dapat memberikan alibi. Ada BUKU TAMU yang membuktikan adanya acara Open House saat itu.

#2 BUKTI VISUM TIDAK PERNAH TERJADI PERSETUBUHAN

Adanya VISUM yang mengindikasikan TIDAK PERNAH TERJADI Kekerasan atau Persetubuhan

#3: LATAR BELAKANG PENDIDIKAN DAN PROFESIONALITAS SAKSI AHLI DIRAGUKAN

Latar belakang Pendidikan, Sejarah Profesi dan Metode Terapi para ahli saksi hipnoterapi sangat DIRAGUKAN kebenaran dan ke-PROFESSIONALAN-nya.

#4: TIDAK ADA SAKSI YANG MENYAKSIKAN TERJADINYA PELECEHAN SEKSUAL

Sejak pengadilan digelar Agustus 2010 sampai Maret 2011 (sekarang), tak ada satupun saksi yang menyaksikan terjadinya pelanggaran Pasal 290 KUHP.

Kubu Anand Krishna Tuding Saksi “Buat Novel”

http://www.gatra.com/2010-11-11/artikel.php?id=142929
Jakarta, 11 November 2010 14:02

Anand Krishna, yang dituding melakukan tindak pencabulan, melalui kuasa hukumnya menilai para pelapor kasus ini, Dian Mayasari dan Abrory, telah membuat kesaksian yang tak memiliki dasar buktinya.

“Ini kasus `katanya-katanya` saja. Tidak ada saksi yang bisa menceritakan kasus ini secara detil satu per satu,” ujar pengacara Anand, Otto Hasibuan, kepada wartawan, Kamis (11/11) sore, usai persidangan kasus ini di PN Jakarta Selatan. Dalam sidang yang beragendakan keterangan dari saksi Dian, kata Otto, tak terungkap jika Anand berada di lokasi kejadian dugaan tindak pencabulan tsb. “Saksi hanya bilang atau mendengar kejadian itu dari orang-orang lain,” katanya.

Sementara, Dwi Ria Latifa, pengacara Anand lainnya, berpendapat saksi Dian telah menceritakan peristiwa pencabulan yang diklaim dialaminya, seperti sebuah karya novel. “Tapi uniknya, ketika ditanya persisnya, dia tidak ingat,” kata Dwi Ria.

“Tapi dia bisa bercerita seperti novel waktu di-BAP,” tambah Dwi Ria. “Saksi Dian dan Abrori tidak pernah melihat kejadian yang sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum,” ujarnya.

Dwi Ria justru berujar, pasangan suami-istri itu tidak dapat memberikan kesaksian yang terkait dengan laporan dugaan perbuatan cabul, yang menyeret-nyeret Anand. Dalam persidangan, para saksi pelapor, menurut Otto, mengatakan tidak melihat Anand secara langsung melakukan perbuatan cabul sebagaimana bunyi pasal 294 ayat 1 KUHP dan pasal 294 ayat 2 ke dua KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

“Motivasi si pelapor ini tidak jelas, apakah cinta tak terbalas atau apakah soal sakit hati,” kata Dwi Ria. Untuk membuktkan dirinya bersih dari tuduhan tak mendasar tersebut, Anand, melalui Otto, siap menghadirkan sebanyak 25 orang saksi yang bisa membuktikan keberadaannya, saat peristiwa dugaan pencabulan itu dituduhkan. [EL]

#5: APARAT HUKUM TIDAK INDEPENDEN DAN OBJEKTIF

Hakim TIDAK INDEPENDEN DAN OBJEKTIF karena telah mengakomodir desakan dari pihak luar.

Pelecehan Seksual Cuma Topeng

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/03/22/20103717/Pelecehan.Seksual.Cuma.Topeng

JAKARTA, KOMPAS.com — Hakim persidangan terdakwa kasus pelecehan seksual, Anand Krishna, lebih banyak mempermasalahkan pemikiran-pemikiran dalam buku Anand selama proses persidangan. Kasus pelecehan seksual yang harusnya menjadi pokok permasalahan justru berkurang porsinya. “Selama sidang, Pak Anand justru sering disinggung tentang pemikiran-pemikiran yang dituangkannya melalui buku,” ujar kuasa hukum Anand Krishna, Dwi Ria Latifa, ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (22/3/2011).
Ia juga menambahkan bahwa dalam laporan berita acara pemeriksaan (BAP), penyidik lebih banyak mengarah ke pemikiran-pemikiran kliennya, bukan ke kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepada Anand. “Pak Anand merasa kasus pelecehan ini hanyalah cara untuk mengkriminalisasi pemikiran-pemikiran beliau,” ungkap Ria.

Anand Krishna tidak hanya dikenal sebagai pemilik Yayasan Anand Ashram, tetapi juga sebagai penulis buku-buku bertema spiritual. Pemikiran Anand kerap dinilai kontroversial. Padahal, Anand sering menjelaskan bahwa inti dari buah pemikirannya hanyalah mengajak orang bersatu tanpa membeda-bedakan agamanya.

Ria menjelaskan, kliennya sangat kecewa jika dugaan tersebut benar. Pada dasarnya, Anand Krishna hanya ingin menyebarkan kebaikan, tetapi terjadi kesalahpahaman dalam penerimaannya.”Hakim tidak obyektif dalam menangani kasus ini. Perilakunya tidak independen,” ujarnya. Seperti telah diberitakan, Anand Krishna merupakan terdakwa kasus pelecehan seksual terhadap Tara Pradipta Laksmi. Berdasarkan persidangan pada hari Rabu (9/3/2011), majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta memutuskan untuk menahan Anand di Rumah Tahanan Klas I Cipinang, Jakarta Timur.

Namun, Anand sempat pingsan setelah melakukan aksi mogok makan sehingga kini masih dirawat di Ruang ICU Rumah Sakit Polri, Jakarta Timur. Anand melakukan aksi mogok makan sebagai bentuk protes terhadap putusan majelis hakim menahannya yang dirasa tidak adil. (Penulis: Riana Afifah Editor: Tri Wahono)

Hakim Dituding Tak Independen

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/03/22/1848197/Hakim.Dituding.Tak.Independen

JAKARTA, KOMPAS.com – Penetapan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tentang penahanan Anand Krishna dinilai tidak independen. Dwi Ria Latifa selaku kuasa hukum Anand Krisna merasa kliennya telah diperlakukan tidak adil.”Menurut tim hukum kami, hakim yang menangani kasus ini telah mengabaikan asas independensi seorang hakim,” ujar Ria saat dihubungi oleh Kompas.com, Selasa (22/3/2011).

Ia berpendapat sudah seharusnya seorang hakim dalam menyelesaikan sebuah kasus mengambil sikap netral. Hakim tidak boleh berpihak pada siapapun. Intinya, hakim harus selalu objektif dalam pengambilan keputusan. “Kalau hakim sudah tidak objektif, untuk apa lagi diteruskan persidangan ini? Sudah tidak ada gunanya lagi,” ujarnya.

Ria juga menyesalkan pernyataan hakim pada salah satu sidang kliennya. Saat saksi ahli dari Jaksa dipanggil berkali-kali dan tidak datang juga, hakim tiba-tiba berkomentar, “Ya, kalau enggak ada amunisi, bagaimana saksi ahli mau datang.””Apa maksudnya seorang hakim berkata begitu di persidangan? Jelas ada sesuatu di balik proses persidangan ini,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pihak Anand akan segera melapor ke Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terkait dengan perilaku hakim yang tampak berat sebelah dalam mengatasi masalah ini. (Penulis: Riana Afifah Editor: Tri Wahono)

Adnan Buyung: Tindakan Hakim Ceroboh!

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/03/24/19493151/Adnan.Buyung.Tindakan.Hakim.Ceroboh

Penulis: Imanuel More | Editor: I Made Asdhiana | Kamis, 24 Maret 2011 | 19:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Tokoh HAM sekaligus praktisi hukum, Adnan Buyung Nasution, prihatin dengan sikap dan kepribadian hakim yang mengadili kasus tokoh spiritual Anand Krishna. Sikap hakim yang seakan sudah menempatkan Anand dalam posisi bersalah dinilainya melanggar KUHAP dan kode etik seorang hakim.

“Sudah 50 tahun saya bergelut di bidang hukum. Baru kali ini saya ketemu yang seperti ini, ada hakim yang menempatkan orang dalam posisi bersalah sebelum menjatuhkan putusan resmi pengadilan,” kata Adnan Buyung seusai membesuk Anand Krishna di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta, Kamis (24/3/2011).

Menurut Buyung, tindakan hakim tersebut ceroboh dan melanggar KUHAP Pasal 158 dan kode etik hakim yang bebas dan tak berpihak. “Coba bayangkan, perkara masih dalam proses, baru 9 dari 25 saksi yang diperiksa, tuntutan JPU (jaksa penuntut umum) belum didengar, pleidoi tersangka belum didengar, dan belum ada putusan pengadilan. Itu berarti belum cukup bukti bahwa dia (Anand Krishna) bersalah,” papar Buyung.

Atas dasar itu, Buyung beranggapan sangat tidak layak seorang hakim memperlakukan Anand sebagai seseorang yang telah melakukan tindak kejahatan. Dengan proses peradilan yang masih berjalan, tambah Buyung, tidak tertutup kemungkinan Anand kemudian dinyatakan tidak bersalah dan dinyatakan bebas. Karena itu, hakim sepatutnya menjunjung asas praduga tak bersalah.

Buyung juga mengingatkan, penegakan keadilan yang harus dijunjung seorang hakim. Oleh sebab itu, hakim sebagai pengadil tidak boleh berpihak, baik kepada para pihak yang berperkara, para saksi, tim kuasa hukum, maupun JPU, apalagi pihak luar.

“Hakim tidak cukup tegar terhadap keluhan, protes, dan opini dari luar,” kata mantan anggota Wantimpres ini. Ia mencontohkan ucapan hakim saat menghadirkan saksi korban, “Wah, saya harus mengakomodir surat dari pihak luar!” Menurut Buyung, kalimat seperti ini menandakan si hakim telah berpihak kepada pihak tertentu sekaligus tunduk pada tekanan pihak luar. Ia mengharapkan Komisi Yudisial bisa meninjau langsung jalannya sidang kasus Anand Krishna untuk menilai sikap hakim tersebut.

Menurut Buyung, ia membesuk Anand Krishna bukan karena permintaan pihak tertentu. “Anand Krishna adalah tokoh spiritual besar. Ketokohannya bukan saja dikenal di Indonesia, tapi juga di luar negeri,” kata Buyung, menegaskan maksud kunjungannya.

Ia menambahkan, sejumlah pengagum Anand di luar negeri telah meminta bantuannya mendapatkan informasi seputar Anand Krishna. “Mereka mencemaskan kondisi Anand Krishna,” tegas Buyung.3

Surat Pengaduan ke Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung

Silahkan download file PDF di sini